UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005


TENTANG


GURU DAN DOSEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan
adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman,
bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses,
peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan
yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan
pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan;

c. bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan
kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan
nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi
yang bermartabat;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-
Undang tentang Guru dan Dosen;





Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301);

<br />Dengan . . . <br /> <br /><br />Dengan Persetujuan Bersama <br />DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA <br /> dan <br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA <br /><br /><br />MEMUTUSKAN: <br />Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN. <br /><br /><br />BAB I <br />KETENTUAN UMUM <br /><br />Pasal 1 <br /><br />Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: <br />1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama <br /> mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, <br /> menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan <br /> anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, <br /> dan pendidikan menengah. <br />2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan <br /> tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan <br /> menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni <br /> melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada <br /> masyarakat. <br />3. Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor <br /> adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih <br /> mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. <br />4. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan <br /> oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan <br /> yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan <br /> yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta <br /> memerlukan pendidikan profesi. <br />5. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah <br /> daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan <br /> pendidikan pada jalur pendidikan formal. <br />6. Satuan . . . <br /> <br />6. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan <br /> yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan <br /> formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan. <br />7. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah <br /> perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan <br /> penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang <br /> memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para <br /> pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan <br /> berdasarkan peraturan perundang-undangan. <br />8. Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja <br /> adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja <br /> bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang <br /> mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara guru <br /> atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan <br /> pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. <br />9. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan <br /> akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai <br /> dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di <br /> tempat penugasan. <br />10. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, <br /> dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh <br /> guru atau dosen dalam melaksanakan tugas <br /> keprofesionalan. <br />11. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik<br />untuk guru dan dosen.<br />12. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan <br /> yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga <br /> profesional. <br />13. Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan <br /> hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk <br /> mengembangkan profesionalitas guru. <br />14. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan <br /> tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk <br /> menyelenggarakan program pengadaan guru pada <br /> pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, <br /> pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta <br /> untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu <br /> kependidikan dan nonkependidikan. <br />15. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas <br /> pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan <br /> pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai <br /> dengan peraturan perundang-undangan. <br /><br />16. Penghasilan . . . <br /> <br /><br />16. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen <br /> dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas <br />keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip<br />penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional. <br />17. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau <br /> terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang <br /> terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah <br /> yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah <br /> yang berada dalam keadaan darurat lain. <br />18. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia <br /> nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan <br /> dalam bidang pendidikan. <br />19. Pemerintah adalah pemerintah pusat.<br />20. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah<br />kabupaten, atau pemerintah kota.<br />21. Menteri adalah menteri yang menangani urusan <br /> pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional. <br /><br /><br />BAB II <br />KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN <br /><br />Pasal 2 <br /><br />(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional <br /> pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan <br /> pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang <br /> diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. <br />(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan <br /> sertifikat pendidik. <br /><br />Pasal 3 <br /><br />(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional <br /> pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan <br /> peraturan perundang-undangan. <br />(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan <br /> sertifikat pendidik. <br />Pasal 4 . . . <br /> <br />Pasal 4 <br /><br />Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. <br /><br />Pasal 5 <br /><br />Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. <br /><br />Pasal 6 <br /><br />Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. <br /><br /><br />BAB III <br />PRINSIP PROFESIONALITAS <br /><br />Pasal 7 <br /><br />(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan <br /> khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai <br /> berikut: <br />a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; <br />b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu <br /> pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; <br />c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang <br /> pendidikan sesuai dengan bidang tugas; <br />d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan <br /> bidang tugas; <br />e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas <br /> keprofesionalan; <br /><br />f. memperoleh . . . <br /> <br />f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan <br /> prestasi kerja; <br />g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan<br />keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; <br />h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam <br /> melaksanakan tugas keprofesionalan; dan <br />i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan <br /> mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas <br /> keprofesionalan guru. <br />(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi <br /> dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang <br />dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak<br />diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. <br /><br /><br />BAB IV <br />GURU <br /><br />Bagian Kesatu <br />Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi <br /><br />Pasal 8 <br /><br />Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. <br /><br />Pasal 9 <br />Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. <br /><br />Pasal 10 <br /><br />(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 <br /> meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, <br /> kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang <br /> diperoleh melalui pendidikan profesi. <br /><br />(2) Ketentuan . . . <br /> <br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan <br /> Peraturan Pemerintah. <br /><br />Pasal 11 <br />(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 <br /> diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. <br />(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi <br /> yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang <br /> terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah. <br />(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif,<br />transparan, dan akuntabel.<br />(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur <br /> dengan Peraturan Pemerintah. <br /><br />Pasal 12 <br />Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu. <br /><br />Pasal 13 <br />(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan <br /> anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan <br /> sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat <br /> oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh <br /> Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. <br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk <br /> peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik<br /> <br />sebagaimana dimaksud pada ayat<br />Peraturan Pemerintah.<br /><br />Bagian Kedua<br />Hak dan Kewajiban<br /><br />Pasal 14<br /> <br />(1) diatur dengan <br /> <br />(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak: <br /><br /><br />a. memperoleh . . . <br /> <br />a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup<br />minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;<br />b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan<br />tugas dan prestasi kerja;<br />c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas <br /> dan hak atas kekayaan intelektual; <br />d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan<br />kompetensi; <br />e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana <br /> pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas <br /> keprofesionalan; <br />f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan <br /> ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau <br /> sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah <br /> pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-<br /> undangan; <br />g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam<br />melaksanakan tugas;<br />h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi<br />profesi;<br />i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan<br />kebijakan pendidikan;<br />j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan<br />meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi;<br />dan/atau<br />k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam<br />bidangnya.<br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan<br />Pemerintah. <br /><br />Pasal 15 <br />(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum <br /> sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a <br /> meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta <br /> penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan <br /> fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang <br /> terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan <br /> dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. <br />(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang <br /> diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah <br /> diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan. <br /><br />(3) Guru . . . <br /><br />(3) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang <br /> diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan <br /> perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. <br /><br />Pasal 16 <br /><br />(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana <br /> dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah <br /> memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh <br /> penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang <br /> diselenggarakan oleh masyarakat. <br />(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br /> diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang <br /> diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh <br /> Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa <br /> kerja, dan kualifikasi yang sama. <br />(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br /> dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja <br /> negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja <br /> daerah (APBD). <br />(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) <br /> diatur dengan Peraturan Pemerintah. <br /><br />Pasal 17 <br /><br />(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan <br /> tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal <br /> 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan <br /> pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan <br /> pemerintah daerah. <br />(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan <br /> subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam <br /> Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan <br /> pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai <br /> dengan peraturan perundang-undangan. <br />(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br /> dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud <br /> pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan <br /> belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja <br /> daerah. <br /><br />Pasal 18 . . . <br /><br />Pasal 18<br />(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang<br />bertugas di daerah khusus. <br />(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br /> diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang <br /> diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh <br /> Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa <br /> kerja, dan kualifikasi yang sama. <br />(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah <br /> daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang <br /> disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan <br /> kewenangan. <br />(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) <br /> diatur dengan Peraturan Pemerintah. <br /><br />Pasal 19 <br /><br />(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 <br /> ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh <br /> dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, <br /> beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan <br /> untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, <br /> pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. <br />(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin <br /> terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud <br /> pada ayat (1). <br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur <br /> dengan Peraturan Pemerintah. <br /><br />Pasal 20 <br /><br />Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban: <br />a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses <br /> pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi <br /> hasil pembelajaran; <br />b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik <br /> dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan <br /> perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; <br /><br />c. bertindak . . . <br /> <br />c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar <br /> pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi <br /> fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial <br /> ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; <br />d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, <br /> dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan <br />e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. <br /><br /><br />Bagian Ketiga <br />Wajib Kerja dan Ikatan Dinas <br /><br />Pasal 21 <br /><br />(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan <br /> ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara <br /> Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan <br /> kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di <br /> daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik <br /> Indonesia. <br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara<br />Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan<br />Pemerintah.<br /><br />Pasal 22<br /><br />(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan<br />pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi<br />kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau<br />kepentingan pembangunan daerah.<br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi<br />calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur<br />dengan Peraturan Pemerintah. <br /><br />Pasal 23 <br /><br />(1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan <br /> dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga <br /> kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu <br /> pendidikan. <br />(2) Kurikulum . .<br />- 12 -<br /><br />(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan <br /> tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br /> harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk <br /> mendukung pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan <br /> bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan <br /> lokal. <br /><br /><br />Bagian Keempat <br />Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, <br /> dan Pemberhentian <br /><br />Pasal 24 <br /><br />(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam <br /> jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi <br /> secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan <br /> pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta <br /> untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan <br /> menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah. <br />(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik <br /> dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam <br />kompetensi secara merata untuk menjamin<br />keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan. <br />(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan <br /> guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun <br /> dalam kompetensi secara merata untuk menjamin <br /> keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak <br /> usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan <br /> kewenangan. <br />(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia<br />dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan<br />pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh<br />masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik<br />dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun<br />kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan<br />pendidikan. <br /><br />Pasal 25 <br /><br />(1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara <br /> objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-<br /> undangan. <br />(2) Pengangkatan . . . <br /> <br /><br /><br />- 13 -<br /><br />(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan <br /> pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau <br /> pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah. <br />(3) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan <br /> pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh <br /> penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang <br /> bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau <br /> kesepakatan kerja bersama. <br /><br />Pasal 26 <br />(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah <br /> daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural. <br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru yang <br /> diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada <br /> jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br /> diatur dengan Peraturan Pemerintah. <br /><br />Pasal 27 <br />Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan. <br /><br />Pasal 28 <br />(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah <br />daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi,<br />antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun<br />antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi. <br />(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah <br /> daerah dapat mengajukan permohonan pindah tugas, baik <br /> antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan <br /> maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan peraturan <br /> perundang-undangan. <br />(3) Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah <br /> atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan <br /> kewenangan. <br /><br />(4) Pemindahan . . . <br /> <br />- 14 -<br /><br />(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang <br /> diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara <br /> pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan <br /> berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja <br /> bersama. <br />(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) <br /> diatur dengan Peraturan Pemerintah. <br /><br />Pasal 29 <br />(1) Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang <br /> meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan <br /> pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan <br /> dalam pelaksanaan tugas. <br />(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah <br /> daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan <br /> untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 <br /> (dua) tahun. <br />(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah <br /> daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih <br /> di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru <br /> pengganti. <br />(4) Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau <br /> pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti <br /> untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada <br /> satuan pendidikan yang bersangkutan. <br />(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di<br />daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat<br />(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan<br />Pemerintah.<br /><br />Pasal 30<br />(1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan<br />sebagai guru karena:<br />a. meninggal dunia; <br />b. mencapai batas usia pensiun; <br />c. atas permintaan sendiri; <br />d. sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat <br /> melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 <br /> (dua belas) bulan; atau <br /><br /><br />e. berakhirnya . . . <br /> <br /><br />- 15 -<br /><br />e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja <br /> bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan. <br />(2) Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan <br /> sebagai guru karena: <br />a. melanggar sumpah dan janji jabatan; <br />b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja <br /> bersama; atau <br />c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 <br /> (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus. <br />(3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br /> dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-<br /> undangan. <br />(4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan <br /> pada usia 60 (enam puluh) tahun. <br />(5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah <br /> daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, <br /> kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan <br /> huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai <br /> pegawai negeri sipil. <br /><br />Pasal 31 <br />(1) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 <br /> ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan <br /> diberi kesempatan untuk membela diri. <br />(2) Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh <br /> masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas <br /> permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai <br /> dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. <br /><br />Bagian Kelima <br />Pembinaan dan Pengembangan <br /><br />Pasal 32 <br />(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan<br />dan pengembangan profesi dan karier.<br />(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik,<br />kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. <br />(3) Pembinaan . . . <br /> <br /><br />- 16 -<br /><br />(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana <br /> dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan <br /> fungsional. <br />(4) Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana <br /> dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan <br /> pangkat, dan promosi. <br /><br />Pasal 33 <br />Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri. <br /><br />Pasal 34 <br />(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan <br /> mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru <br /> pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh <br /> Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. <br />(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat <br /> wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik <br /> dan kompetensi guru. <br />(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan <br /> anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan <br /> pengabdian guru pada satuan pendidikan yang <br /> diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, <br /> dan/atau masyarakat. <br /><br />Pasal 35 <br />(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu <br /> merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, <br /> menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih <br /> peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. <br />(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br /> adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap <br /> muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap <br /> muka dalam 1 (satu) minggu. <br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur <br /> dengan Peraturan Pemerintah. <br /><br /><br />Bagian Keenam . . . <br /><br />- 17 -<br /><br />Bagian Keenam Penghargaan <br /><br />Pasal 36 <br />(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau <br /> bertugas di daerah khusus berhak memperoleh <br /> penghargaan. <br />(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah <br /> khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, <br /> pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. <br /><br />Pasal 37 <br />(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah<br />daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan<br />pendidikan.<br />(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat<br />desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat<br />kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional. <br />(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk <br /> tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, <br /> dan/atau bentuk penghargaan lain. <br />(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka <br /> memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik <br /> Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun <br /> kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari <br /> pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari <br /> besar lain. <br />(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan <br /> ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah. <br /><br />Pasal 38 <br />Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan. <br /><br /><br /><br /><br /><br />Bagian Ketujuh . . . <br /><br /><br />- 18 -<br /><br />Bagian Ketujuh Perlindungan <br /><br />Pasal 39 <br />(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi <br /> profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan <br /> perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. <br />(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi <br /> perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta <br /> perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. <br />(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) <br /> mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, <br /> ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau <br /> perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua <br /> peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. <br />(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) <br /> mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan <br /> kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-<br /> undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, <br /> pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan <br /> terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang <br /> dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. <br />(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana <br /> dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap <br /> risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, <br /> kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan <br /> lingkungan kerja, dan/atau risiko lain. <br /><br /><br />Bagian Kedelapan <br />Cuti <br /><br />Pasal 40 <br />(1) Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-<br />undangan.<br />(2) Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap<br />memperoleh hak gaji penuh.<br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana <br /> dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan <br /> Pemerintah. <br /><br /><br />Bagian Kesembilan . . . <br /> <br />- 19 -<br /><br />Bagian Kesembilan <br />Organisasi Profesi dan Kode Etik <br /><br />Pasal 41 <br />(1) Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat <br /> independen. <br />(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br /> berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan <br /> kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan <br /> profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. <br />(3) Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi. <br />(4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud <br /> pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan <br /> perundang-undangan. <br />(5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat<br />memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru. <br /><br />Pasal 42 <br />Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan: <br />a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru; <br />b. memberikan bantuan hukum kepada guru; <br />c. memberikan perlindungan profesi guru; <br />d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan <br />e. memajukan pendidikan nasional. <br /><br />Pasal 43 <br />(1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan <br /> martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, <br /> organisasi profesi guru membentuk kode etik. <br />(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma <br /> dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan <br /> tugas keprofesionalan. <br /><br />Pasal 44 <br />(1) Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi <br /> guru. <br /><br /><br />(2) Keanggotaan . . . <br /> <br />- 20 -<br /><br />(2) Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran <br /> dasar organisasi profesi guru. <br />(3) Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat <br />(1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru. <br />(4) Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana <br /> dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, <br /> dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi <br /> profesi serta peraturan perundang-undangan. <br />(5) Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi <br /> dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat <br />(3). <br />BAB V DOSEN <br />Bagian Kesatu <br />Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik <br /><br />Pasal 45 <br /><br />Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. <br /><br />Pasal 46 <br />(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam <br /> Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program <br /> pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang <br /> keahlian. <br />(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum: <br />a. lulusan program magister untuk program diploma atau <br /> program sarjana; dan <br />b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana. <br />(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar <br /> biasa dapat diangkat menjadi dosen. <br />(4) Ketentuan . . . <br /> <br /><br />- 21 -<br /><br />(4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana <br /> dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan <br /> prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) <br /> ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan <br /> pendidikan tinggi. <br /><br />Pasal 47 <br />(1) Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud <br /> dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi syarat sebagai <br /> berikut: <br />a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada <br /> perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun; <br />b. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten <br /> ahli; dan <br />c. lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi <br /> yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga <br /> kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh <br /> Pemerintah. <br />(2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi <br /> untuk menyelenggarakan program pengadaan tenaga <br /> kependidikan sesuai dengan kebutuhan. <br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk <br /> dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan <br /> perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud <br /> pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. <br /><br />Pasal 48 <br />(1) Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap. <br />(2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten <br /> ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor. <br />(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor <br /> harus memiliki kualifikasi akademik doktor. <br />(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan <br /> dosen tidak-tetap ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan <br /> tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. <br /><br />Pasal 49 <br />(1) Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan <br />pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan<br />membimbing calon doktor. <br /><br />(2) Profesor . . . <br /> <br />- 22 -<br /><br />(2) Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan <br /> karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk <br /> mencerahkan masyarakat. <br />(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental <br /> lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan <br /> mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi <br /> profesor paripurna. <br />(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap <br /> perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-<br /> undangan. <br /><br />Pasal 50 <br /><br />(1) Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan<br />kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45<br />mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.<br />(2) Setiap orang, yang akan diangkat menjadi dosen<br />sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengikuti<br />proses seleksi. <br />(3) Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki <br /> jenjang jabatan akademik tertentu berdasarkan hasil <br /> penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan <br /> pengalaman yang dimiliki. <br />(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana <br /> dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan serta penetapan <br /> jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud <br /> pada ayat (3) ditentukan oleh setiap satuan pendidikan <br /> tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. <br /><br /><br />Bagian Kedua <br />Hak dan Kewajiban <br /><br />Pasal 51 <br /><br />(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak: <br />a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup <br /> minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; <br />b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan <br /> tugas dan prestasi kerja; <br />c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas <br /> dan hak atas kekayaan intelektual; <br /><br />d. memperoleh . . . <br /> <br /><br />- 23 -<br /><br />d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan<br />kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat; <br />e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan <br /> otonomi keilmuan; <br />f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan <br /> menentukan kelulusan peserta didik; dan <br />g. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi <br /> profesi/organisasi profesi keilmuan. <br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan<br />Pemerintah. <br /><br />Pasal 52 <br /><br />(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum <br /> sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a <br /> meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta <br /> penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan <br /> fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta <br /> maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen <br /> yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar <br /> prestasi. <br />(2) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang <br /> diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah <br /> diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan. <br />(3) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang <br /> diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan <br /> perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. <br /><br />Pasal 53 <br /><br />(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana <br /> dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah <br /> memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh <br /> penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan <br /> tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat. <br />(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br /> diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang <br /> diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan <br /> kualifikasi yang sama. <br /><br />(3) Tunjangan . . . <br /> <br />- 24 -<br /><br />(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja<br />negara.<br />(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi<br />sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)<br />diatur dengan Peraturan Pemerintah.<br /><br />Pasal 54<br /><br />(1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang<br />diangkat oleh Pemerintah.<br />(2) Pemerintah memberikan subsidi tunjangan fungsional<br />sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada<br />dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang<br />diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan<br />perundang-undangan.<br />(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)<br />dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja<br />negara.<br /><br />Pasal 55<br /><br />(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana<br />dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang<br />bertugas di daerah khusus. <br />(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br /> diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang <br /> diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada <br /> tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. <br />(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br /> dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja <br /> negara. <br />(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) <br /> diatur dengan Peraturan Pemerintah. <br /><br />Pasal 56 <br /><br />(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada <br /> profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau <br /> satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok <br /> profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa <br /> kerja, dan kualifikasi yang sama. <br />(2) Ketentuan . . . <br /> <br />- 25 -<br /><br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan <br /> Peraturan Pemerintah. <br /><br />Pasal 57 <br /><br />(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 <br /> ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh <br /> dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, <br /> beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan <br /> untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, <br /> pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. <br />(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin <br /> terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud <br /> pada ayat (1). <br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur <br /> dengan Peraturan Pemerintah. <br /><br />Pasal 58 <br />Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. <br /><br />Pasal 59 <br /><br />(1) Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu <br /> langka berhak memperoleh dana dan fasilitas khusus dari <br /> Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. <br />(2) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di daerah khusus, <br /> berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah <br /> dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan. <br /><br />Pasal 60 <br /><br />Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen<br />berkewajiban:<br />a. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian <br /> kepada masyarakat; <br /><br />b. merencanakan . . . <br /> <br />- 26 -<br /><br />b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta <br /> menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; <br />c. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik <br /> dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan <br /> perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; <br />d. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar <br /> pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik <br /> tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik <br /> dalam pembelajaran; <br />e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, <br /> dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan <br />f. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. <br /><br /><br />Bagian Ketiga <br />Wajib Kerja dan Ikatan Dinas <br /><br />Pasal 61 <br /><br />(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan <br /> ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara <br /> Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dan <br /> kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai dosen di <br /> daerah khusus. <br /><br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara <br /> Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan <br /> Peraturan Pemerintah. <br /><br /><br />Pasal 62 <br /><br />(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon <br /> dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan <br /> pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan <br /> pembangunan daerah. <br /><br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi <br /> calon dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur <br /> dengan Peraturan Pemerintah. <br /><br /><br /><br />Bagian Keempat . . . <br /> <br />- 27 -<br /><br />Bagian Keempat <br />Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan <br /> Pemberhentian <br /><br />Pasal 63 <br />(1) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan <br /> pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan transparan <br /> sesuai dengan peraturan perundang-undangan. <br />(2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan <br /> pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah <br /> diatur dengan Peraturan Pemerintah. <br />(3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan <br /> pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat <br /> dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan <br /> pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan perjanjian <br /> kerja atau kesepakatan kerja bersama. <br />(4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi <br /> satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh <br /> masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pendidikan <br /> yang bermutu. <br /><br />Pasal 64 <br />(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan <br /> pada jabatan struktural sesuai dengan peraturan <br /> perundang-undangan. <br />(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang <br /> diangkat oleh Pemerintah pada jabatan struktural <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan <br /> Peraturan Pemerintah. <br /><br />Pasal 65 <br />Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan. <br /><br />Pasal 66 <br />Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. <br /><br />Pasal 67 . . . <br /> - 28 -<br /><br />Pasal 67<br /><br />(1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan<br />sebagai dosen karena:<br />a. meninggal dunia;<br />b. mencapai batas usia pensiun;<br />c. atas permintaan sendiri;<br />d. tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus<br />selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani<br />dan/atau rohani; atau<br />e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja<br />bersama antara dosen dan penyelenggara pendidikan.<br /><br />(2) Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari<br />jabatan sebagai dosen karena:<br />a. melanggar sumpah dan janji jabatan; <br />b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja <br /> bersama; atau <br />c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 <br /> (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus. <br />(3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br /> dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau <br /> satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan <br /> peraturan perundang-undangan. <br />(4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan <br /> pada usia 65 (enam puluh lima) tahun. <br />(5) Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia <br /> pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun. <br />(6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan <br /> dari jabatan sebagai dosen, kecuali sebagaimana dimaksud <br />ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya<br />diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.<br /><br />Pasal 68<br /><br />(1) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal<br />67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang<br />bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. <br />(2) Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan <br /> oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak <br /> atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial <br /> sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja <br /> bersama. <br />Bagian Kelima . . . <br /><br />- 29 -<br /><br />Bagian Kelima <br />Pembinaan dan Pengembangan <br /><br /><br />Pasal 69 <br /><br />(1) Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan <br /> dan pengembangan profesi dan karier. <br />(2) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana <br /> dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, <br /> kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi <br /> profesional. <br />(3) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan <br /> melalui jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat <br />(1). <br />(4) Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana <br /> dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan <br /> pangkat, dan promosi. <br /><br /><br />Pasal 70 <br /><br />Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan <br />karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan <br />oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan <br />Menteri. <br /><br />Pasal 71 <br /><br />(1) Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi <br /> akademik dan kompetensi dosen pada satuan pendidikan <br /> tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau <br /> masyarakat. <br />(2) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh <br /> masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi <br /> akademik dan kompetensi dosen. <br />(3) Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk<br />meningkatkan profesionalitas dan pengabdian dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat. <br /><br /><br /><br />Pasal 72 . . . <br /> <br /><br />- 30 -<br /><br />Pasal 72 <br />(1) Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu <br /> merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses <br />pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran,<br />membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat. <br />(2) Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-<br /> kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit <br /> semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan <br /> kredit semester. <br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh <br /> setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan <br /> perundang-undangan. <br /><br /><br />Bagian Keenam <br />Penghargaan <br /><br />Pasal 73 <br />(1) Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau <br /> bertugas di daerah khusus berhak memperoleh <br /> penghargaan. <br />(2) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah <br /> khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, <br /> pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. <br /><br /><br />Pasal 74 <br />(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah <br /> daerah, masyarakat, organisasi profesi keilmuan, dan/atau <br /> satuan pendidikan tinggi. <br />(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan <br /> pendidikan tinggi, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, <br /> tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional. <br />(3) Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, <br /> kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau <br /> bentuk penghargaan lain. <br /><br />(4) Penghargaan . . . <br /> <br /><br /><br /><br />- 31 -<br /><br />(4) Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka <br /> memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik <br /> Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun <br /> kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan tinggi, <br /> hari pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain. <br />(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan <br /> sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan <br /> ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah. <br /><br /><br />Bagian Ketujuh <br />Perlindungan <br /><br /><br />Pasal 75 <br /><br />(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi <br /> profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib <br /> memberikan perlindungan terhadap dosen dalam <br /> pelaksanaan tugas. <br />(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi <br /> perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta <br /> perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. <br />(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) <br /> mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, <br /> ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau <br /> perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua <br /> peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain. <br />(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) <br /> mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen <br /> sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan <br /> hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan <br /> perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, <br /> pembatasan kebebasan akademik, mimbar akademik, dan <br /> otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang <br /> dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas. <br />(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana<br />dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap<br />risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain. <br /><br />(6) Dalam . . . <br /> <br /><br />- 32 -<br /><br />(6) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat <br /> perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang <br /> dikategorikan terlarang oleh peraturan perundang-<br /> undangan. <br /><br />Bagian Kedelapan <br /> Cuti <br />Pasal 76 <br /><br />(1) Dosen memperoleh cuti sesuai dengan peraturan<br />perundang-undangan.<br />(2) Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau <br /> untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan <br /> seni dengan memperoleh hak gaji penuh. <br />(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana <br /> dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan <br /> Peraturan Pemerintah. <br /><br /><br />BAB VI <br />SANKSI <br /><br />Pasal 77 <br /><br />(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah <br /> daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana <br /> dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan <br /> peraturan perundang-undangan. <br />(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:<br />a. teguran;<br />b. peringatan tertulis; <br />c. penundaan pemberian hak guru; <br />d. penurunan pangkat; <br />e. pemberhentian dengan hormat; atau <br />f. pemberhentian tidak dengan hormat.<br />(3) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud<br />dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan tugas sesuai<br />dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas. <br /><br />(4) Guru . . . <br /> <br />- 33 -<br /><br />(4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau <br /> satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, <br /> yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud <br /> dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian <br /> kerja atau kesepakatan kerja bersama. <br />(5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi<br />oleh organisasi profesi.<br />(6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat <br />(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri. <br /><br /><br />Pasal 78 <br /><br />(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak <br /> menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal <br /> 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-<br /> undangan. <br /><br />(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:<br />a. teguran;<br />b. peringatan tertulis; <br />c. penundaan pemberian hak dosen; <br />d. penurunan pangkat dan jabatan akademik; <br />e. pemberhentian dengan hormat; atau <br />f. pemberhentian tidak dengan hormat.<br /><br />(3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau<br />satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. <br /><br />(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud<br />dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai<br />dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama<br />diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.<br /><br />(5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada<br />ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak<br />membela diri.<br /><br /><br /><br />Pasal 79 . . .<br />Pasal 79<br /> <br /><br />- 34 -<br /><br /><br />(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang <br /> melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana <br /> dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat <br />(4), Pasal 71, dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. <br /><br />(2) Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa: <br />a. teguran; <br />b. peringatan tertulis;<br /> <br />c. pembatasan kegiatan<br />pendidikan; atau<br />d. pembekuan kegiatan<br />pendidikan.<br /><br /><br /><br />BAB VII<br /> <br />penyelenggaraan satuan<br /><br />penyelenggaraan satuan <br /> <br />KETENTUAN PERALIHAN <br /><br /><br />Pasal 80 <br /><br />(1) Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini: <br />a. guru yang belum memiliki sertifikat pendidik <br /> memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana <br /> dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan <br /> memperoleh maslahat tambahan sebagaimana <br /> dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10 <br /> (sepuluh) tahun, atau guru yang bersangkutan telah <br /> memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik. <br />b. dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik <br /> memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana <br /> dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan <br /> memperoleh maslahat tambahan sebagaimana <br /> dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10 <br /> (sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah <br /> memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik. <br /><br /><br />(2) Tunjangan . . . <br /> <br />- 35 -<br /><br />(2) Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru <br /> dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) <br /> dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja <br /> negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah. <br /><br /><br />Pasal 81 <br /><br />Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan UndangUndang ini. <br /><br /><br /><br />BAB VIII <br />KETENTUAN PENUTUP <br /><br /><br />Pasal 82 <br /><br />(1) Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi <br /> pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas) bulan <br /> terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini. <br /><br />(2) Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan <br /> sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada Undang-<br /> Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan <br /> sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak <br /> berlakunya Undang-Undang ini. <br /><br /><br />Pasal 83 <br /><br />Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan selambatlambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya UndangUndang ini. <br /><br /><br />Pasal 84 <br /><br />Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. <br /><br /><br />Agar . . . <br /> <br />- 36 -<br /><br /><br />Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan<br />pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. <br /><br /><br /><br />Disahkan di Jakarta <br />pada tanggal 30 Desember 2005 <br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, <br /> ttd <br />DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO <br /><br /><br />Diundangkan di Jakarta <br />pada tanggal 30 Desember 2005 <br /><br />MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA <br /> REPUBLIK INDONESIA <br />AD INTERIM, <br /><br />ttd <br /><br />YUSRIL IHZA MAHENDRA <br /><br /><br /><br />LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 157 <br /><br /><br />Salinan sesuai dengan aslinya <br />DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA <br /> BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN, <br /><br />ABDUL WAHID <br /> <br /><br />PENJELASAN <br /> ATAS <br />UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA <br /> NOMOR 14 TAHUN 2005 <br />TENTANG <br />GURU DAN DOSEN <br /><br />I. UMUM<br />Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan <br />dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah<br />mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangkurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. <br />Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia <br /> <br />- 2 -<br /><br />berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. <br />Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang <br />kedudukan . . . <br />bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya <br />penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip<br />profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. <br />Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut: <br />1. mengangkat martabat guru dan dosen; <br />2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen; <br />3. meningkatkan kompetensi guru dan dosen; <br />4. memajukan profesi serta karier guru dan dosen; <br />5. meningkatkan mutu pembelajaran; <br />6. meningkatkan mutu pendidikan nasional; <br />7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah <br /> dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi; <br />8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah; dan <br />9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu. <br />Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. <br />- 3 -<br /><br />Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. <br />Untuk meningkatkan penghargaan terhadap tugas guru dan dosen, kedudukan guru dan dosen pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, guru dan dosen harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. <br />Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi <br /> Selain . . . <br />dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi penegakan hak dan <br />kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional, pembinaan dan <br />pengembangan profesi guru dan dosen, perlindungan hukum, <br />perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan <br />kerja. <br />Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan di atas diperlukan strategi yang meliputi: <br />1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi <br /> akademik dan kompetensi; <br />2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga <br /> profesional yang sesuai dengan prinsip profesionalitas; <br />3. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, <br /> penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen sesuai <br /> dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun <br /> kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan <br /> untuk menjamin keberlangsungan pendidikan; <br /> <br />- 4 -<br /><br />4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan <br /> pengembangan profesi guru dan dosen untuk meningkatkan <br /> profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen; <br />5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan <br /> terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas profesional; <br />6. peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan <br /> meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam <br /> pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional; <br />7. penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada <br /> satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan <br /> pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada <br /> satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat; <br />8. penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan <br /> pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran <br /> pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen <br /> sebagai tenaga profesional; dan <br />9. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan <br /> kewajiban guru dan dosen. <br />Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan <br />perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian,<br />ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah. <br /><br />Sehubungan dengan hal itu, diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional dalam suatu Undang-Undang tentang Guru dan Dosen. <br />II. PASAL DEMI PASAL . . . <br />II. PASAL DEMI PASAL<br /><br />Pasal 1 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 2 <br />Ayat (1) <br /> <br />- 5 -<br /><br />Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. <br /><br />Ayat (2) <br />Cukup jelas.<br />Pasal 3<br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 4 <br />Yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. <br /><br />Pasal 5 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 6 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 7 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 8 <br />Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat. <br /><br />Pasal 9 <br />Cukup jelas. <br /><br /><br />Pasal 10 . . . <br /><br />- 6 -<br /><br />Pasal 10 <br />Ayat (1) <br />Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah <br />kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. <br />Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah <br />kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, <br />dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. <br />Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah <br />kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan <br />mendalam. <br /><br />Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. <br />Ayat (2) <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 11 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 12 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 13 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 14 <br />Ayat (1) <br />huruf a <br />Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua. <br />huruf b <br />Cukup jelas. <br /> <br />- 7 -<br /><br />huruf c <br />Cukup jelas <br />huruf d <br />Cukup jelas. <br />huruf e <br />Cukup jelas. <br />huruf f <br />Cukup jelas.<br />huruf g . . .<br />huruf g<br />Cukup jelas. <br />huruf h <br />Cukup jelas. <br />huruf i <br />Cukup jelas. <br />huruf j <br />Cukup jelas. <br />huruf k <br />Cukup jelas.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 15 <br />Ayat (1) <br />Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan <br />yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa <br />kerja. <br /><br />Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga. <br />Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya. <br /> <br />- 8 -<br /><br />Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan <br />yang diberikan kepada guru sebagai kompensasi atas kesulitan <br />hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah <br />khusus. <br /><br />Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. <br />Ayat (2) <br />Cukup jelas. <br />Ayat (3) <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 16 <br />Ayat (1) <br />Cukup jelas. <br />Ayat (2) <br />Cukup jelas. <br /><br />Ayat (3) . . .<br />Ayat (3)<br />Tunjangan profesi dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. <br />Ayat (4) <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 17 <br />Ayat (1) <br />Cukup jelas. <br />Ayat (2) <br />Cukup jelas <br />Ayat (3) <br />Tunjangan fungsional dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran <br /><br />- 9 -<br /><br />pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. <br /><br />Pasal 18 <br />Ayat (1) <br />Tunjangan khusus dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. <br />Ayat (2) <br />Cukup jelas. <br />Ayat (3) <br />Cukup jelas. <br />Ayat (4) <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 19 <br />Ayat (1) <br />Yang dimaksud dengan kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra-putri guru adalah berupa kesempatan dan keringanan biaya pendidikan bagi putra-putri guru yang telah memenuhi syarat-syarat akademik untuk menempuh pendidikan dalam satuan pendidikan tertentu. <br />Ayat (2) <br />Cukup jelas. <br /><br />Ayat (3) . . .<br />Ayat (3)<br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 20 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 21 <br />Cukup jelas. <br /> <br />- 10 -<br /><br /><br />Pasal 22 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 23 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 24 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 25 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 26 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 27 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 28 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 29 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 30 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 31 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 32 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 33 <br />Cukup jelas. <br />- 11 -<br /><br />Pasal 34 . . .<br />Pasal 34<br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 35 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 36 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 37 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 38 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 39 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 40 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 41 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 42 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 43 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 44 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 45 <br />Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan dosen dapat <br /><br />- 12 -<br /><br />melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat. <br /><br />Pasal 46 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 47 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 48 . . .<br />Pasal 48<br />Ayat (1) <br />Yang dimaksud dengan dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu. <br />Yang dimaksud dengan dosen tidak tetap adalah dosen yang <br /> bekerja paruh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik <br /> tidak tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu. <br /> Ayat (2) <br />Cukup jelas. <br />Ayat (3) <br />Cukup jelas. <br />Ayat (4) <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 49 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 50 <br />Ayat (1) <br />Cukup jelas. <br />Ayat (2) <br />Cukup jelas. <br />Ayat (3) <br />Yang dimaksud dengan secara langsung adalah tanpa berjenjang. Ayat (4) <br />Cukup jelas. <br /><br />- 13 -<br /><br /><br />Pasal 51<br />Ayat (1)<br />huruf a<br />Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dosen dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua. <br />huruf b <br />Cukup jelas. <br />huruf c <br />Cukup jelas. <br />huruf d <br />Cukup jelas. <br />huruf e <br />Cukup jelas. <br /><br />huruf f . . .<br />huruf f<br />Cukup jelas.<br />huruf g<br />Cukup jelas.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 52 <br />Ayat (1) <br />Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan <br />yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa <br />kerja. <br /><br />Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga. <br /> <br />- 14 -<br /><br />Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya. <br /><br />Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan <br />yang diberikan kepada dosen sebagai kompensasi atas kesulitan <br />hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah <br />khusus. <br />Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. <br />Ayat (2) <br />Cukup jelas. <br />Ayat (3) <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 53 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 54 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 55 <br />Ayat (1) <br />Lihat penjelasan Pasal 52 ayat (1) Ayat (2) <br />Cukup jelas. <br /><br />Ayat (3) . . .<br />Ayat (3)<br />Cukup jelas. <br />Ayat (4) <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 56 <br />Cukup jelas. <br /> <br />- 15 -<br /><br /><br />Pasal 57 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 58 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 59 <br />Ayat (1) <br />Yang dimaksud dengan bidang ilmu yang langka adalah ilmu yang sangat khas, memiliki tingkat kesulitan tinggi, dan/atau mempunyai nilai-nilai strategis serta tidak banyak diminati. <br />Yang dimaksud dengan dana dan fasilitas khusus adalah alokasi anggaran dan kemudahan yang diperuntukkan bagi dosen yang mendalami ilmu langka tersebut. <br />Ayat (2) <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 60 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 61 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 62 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 63 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 64 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 65 <br />Cukup jelas. <br /> <br /><br />- 16 -<br /><br /><br />Pasal 66 . . .<br />Pasal 66<br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 67 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 68 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 69 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 70 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 71 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 72 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 73 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 74 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 75 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 76 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 77 <br />Cukup jelas. <br /> <br />- 17 -<br /><br /><br />Pasal 78 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 79 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 80 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 81 . . .<br />Pasal 81<br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 82 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 83 <br />Cukup jelas. <br /><br />Pasal 84 <br />Cukup jelas. <br /><br />TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4586 <br /><br />

Artikel Lainya baca dong